Nama : Dani Jaya Putra
Kelas : 1EB29
NPM : 22213008
Swasembada Pangan Indonesia
Pokok Pembahasan:
- Tentang pangan, ketahanan pangan dan swasembada pangan.
- Ketahanan pangan Indonesia.
- Keutamaan Beras Sebagai Konstruksi Ketahanan Pangan Nasional dan Unsur utama Swasembada Pangan.
- Data statistik tentang pangan Indonesia.
- Kondisi pertanian Indonesia, permasalahan dan solusi.
- Kebijakan-kebijakan yang mendukung Produksi Pangan menjadi Swasembada Pangan.
- Pengaruh pertanian dan swasembada pangan terhadap perekonomian nasional.
- Kesimpulan: Mungkinkah Indonesia Swasembada Pangan?
- Sumber-sumber
1. Tentang Pangan, Ketahanan dan Swasembada Pangan
Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan dibedakan atas pangan segar, pangan olahan tertentu dan pangan siap saji.
Ketahan Pangan
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Konsep ketahanan pangan tidak memperhatikan apakah pangan diperoleh dari importasi atau produksi dalam negeri.
World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.
- Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar.
- Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi.
- Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional.
FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.
Swasembada Pangan
Swasembada artinya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga swasembada pangan, dalam konteks negara, dapat diartikan suatu kondisi disuatu negara dimana negara tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa bergantung pada impor dari negara lain dan bahkan bisa mengekspor produk pangannya dan menjadikannya sebagai salah satu sumber devisa negara.
Indonesia pernah mengalami swasembada pangan pada dekade 1980-an, yang ditandai dengan swasembada beras 1984. Saat itu Indonesia mampu memproduksi beras sebanyak 28,5juta ton. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia.
FAO (Food and Agriculture Organization-Badan Pangan Dunia) pada 2011 mencatat bahwa kelaparan penduduk dunia tahun 2010 mencapai sekitar 925 juta jiwa. Ini berarti satu dari enam penduduk dunia masih terjebak dalam kelaparan. Sementara di Indonesia, paling sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan.
Data Kependudukan Indonesia:
1. Sensus penduduk 2010 : 237.641.326 jiwa
2. Perkiraan penduduk 2014 : 253.609.653 jiwa
3. Laju Pertumbuhan Penduduk : 1.49%
4. Proyeksi Penduduk Indonesia dari tahun 2015-2035
a. 2015 : ± 255.461.700 jiwa
b. 2020 : ± 271.066.400 jiwa
c. 2025 : ± 284.829.000 jiwa
d. 2030 : ± 296.405.100 jiwa
e. 2035 : ± 305.652.400 jiwa
5. Angka Harapan Hidup
pada Kelahiran : 71 Tahun
6. Populasi Urban : 54% dari total populasi
7. Jumlah Penduduk Kurang Gizi : 19,9 juta (13% dari total popualasi)
8. Asupan Kalori Harian perkapita : 2535 kal/ka
9. Malnurtrisi anak, berat badan : 28%
10. Malnutrisi anak, pengerdilan : 42%
11. Angka kematian anak
(setiap 1000 kelahiran hidup) : 87
Penduduk Indonesia pada sensus 2010 adalah 237.641.326 jiwa. Dan lebih dari setengah penduduk indonesia tinggal di Pulau Jawa, yaitu 57,49% atau 136.610.590 jiwa. Sedangkan luas pulau jawa hanya 7% dari luas Indonesia. Itu berarti banyak lahan di pulai jawa yang dijadikan sebagai tempat pemukiman, daerah industri dan daerah perniagaan. Itu terbukti dengan tingginya degradasi lahan pertanian di jawa. Padahal, tanah dipulai jawa sangat subur, sangat berpotensi untuk menambah produksi pangan secara signifikan.
Pada tahun ini (2014) diperkirakan penduduk indonesia sudah melampaui 250juta jiwa, yaitu pada angka 253,609,643jiwa. Laju pertumbuhan penduduk indonesia 1,49%. Dengan laju pertumbuhan tersebut dapat diproyeksikan penduduk Indonesia akan melampaui 300 juta pada tahun 2034-3035, menurut perhitungan Badan Pusat Statistik penduduk Indonesia akan menyentuh angka 305.625.400 pada tahun 2035.
Dengan tingginya angka penduduk dan tingginya laju pertumbuhan tersebut, salah satu hal yang menjadi permasalahan penting adalah bagaimana mencukupi kebutuhan pangan penduduk dengan jumlah sebesar itu. Belum lagi, pertumbuhan penduduk 1,49% itu berarti lebih dari 4 juta jiwa lahir setiap tahun, artinya ada setiap tahun bertambah lebih dari 4 juta jiwa yang harus diberi makan.
Dengan kondisi demografi tersebut, kebutuhan pangan masyarakat indonesia diproyeksikan akan terus meningkat dengan persentase pertumbuhan yang cukup tinggi. Maka dari itu, sangat diperlukan pengelolaan pertanian indonesia yang terintegrasi dan intesifikasi pertanian.
Sebagai negara agraris, lahan pertanian Indonesia belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakatnya. Terbukti, Indonesia masih belum bisa keluar dari jeratan importasi bahan pangan sepanjang hampir 2013.
Badan Pusat Statistik (BPS) seperti yang dilangsir oleh Kementan, mencatat pada periode tahun 2013, pemerintah Indonesia tercatat mengimpor lebih dari 17,48 miliar kilogram bahan pokok senilai US$ 12.733 juta atau setara Rp. 152,8 Triliun (kurs: Rp. 12.000,-/US$).
Ironisnya, sebagian bahan pangan yang diimpor Indonesia justru bisa dihasilkan di negeri sendiri seperti kentang, teh, cengkeh, jagung hingga beras.
Namun permintaan domestik yang melampaui jumlah produksi pangan mendorong pemerintah untuk menerima ekspor dari negara lain. Langkah tersebut diambil pemerintah guna menghindari adanya kelangkaan pangan di Tanah Air.
Penyamaan swasembada beras dengan ketahanan pangan sudah sangat lama terjadi di Indonesia. Ini semacam mitos yang terus direproduksi ulang dari masa ke masa. Ketersediaan beras di gudang Bulog kerap di jadikan basis ketahanan pangan di level propinsi maupun kabupaten. Hal ini mengidikasikan pengutamaan beras sebagai indikator ekonomi nasional.
Dominasi beras atas sumber daya pangan lainnya di Indonesia dapat ditemukan dalam istilah-istilah lokal seperti “palawija” (Sansekerta, phaladwija) yang harfiahnya berarti sesuatu yang bukan beras (sekunder) atau pangan kelas dua, sesuatu yang terkonstruksikan secara budaya (culturally constructed).
Beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50% total konsumsi nasional (Van der Eng 2001:190). Hari ini, 96% penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya (Simatupang, 1999).
Lambang padi digunakan sebagai simbol kemakmuran negara. Di daerah-daerah produsen jangung dan umbi jalar seperti Timor dan Papua, padi tetap disimbolkan sebagai lambang pemerintahan daerah. Dari penelusuran di Internet terhadap lambang-lambang pemerintah kabupaten, hampir tidak ada propinsi yang tidak memasukan padi sebagai lambang daerah.
Tingginya ketergantungan pada beras di daerah seperti Timor, Maluku, Papua, dan Kalimantan telah terjadi sejak jaman kolonial memberlakukan perdagangan antar pulau di Nusantara. Karenanya menuduh Soharto sebagai biang politisasi beras dan penyebab diskriminasi pangan lokal adalah tuduhan yang tidak sepenuhnya benar. Hal ini karena politisasi beras masa Suharto dibangun pada pola yang sudah terbawa sejak masa kolonial.
Populasi Pertanian
1. Populasi pertanian
(termasuk perhutanan dan perikanan) : 86.804.000 Jiwa
2. Jumlah Petani : 31.705.340 Jiwa
3. Rumah tangga pertanian : 26.126.200 Keluarga
4. Badan usaha pertanian : 5.486 Badan Usaha
5. Usaha pertanian lainnya : 6.174 Unit
Pertanahan
1. Luas lahan : 181.157.000 Ha
2. Lahan pertanian : 22 juta Ha
3. Tanaman permanen : 15,1 juta Ha
4. Padang rumput : 11 juta Ha
5. Lahan irigasi : 6.722.000 Ha
6. Pembagian penggunaan air
a. Pertanian : 91,3%
b. Industri : 0,7%
c. Domestik : 8%
7. Kawasan hutan : 94 432 000 ha
Produksi dan Konsumsi Pangan
1. Padi
a. Produksi : 69.056.126 Ton
b. Luas lahan panen : 13.445.524 Ha
c. Produktivitas lahan : 51,36 Ku/Ha
d. Konsumsi : 69.080.000 Ton
e. Impor : 24.000 Ton
f. Penggunaan
i. Diolah untuk
bahan makanan : 64.369.000 Ton
ii. Pakan : 304.000 Ton
iii. Bibit : 676.000 Ton
iv. Tercecer : 3.730 Ton
2. Beras
a. Produksi
i. Masukan : 64.369.000 Ton (padi)
ii. Keluaran : 40.385.000 Ton (beras)
b. Konsumsi : 41.110.000 Ton
c. Impor : 1.787.000 Ton
d. Perubahan Stok : 1.062.000 Ton
e. Penggunaan
i. Bahan Makanan : 39.966.000 Ton
ii. Bukan Makanan : 46.000 Ton
iii. Pakan : 70.000 Ton
iv. Tercecer : 1.028.000 Ton
3. Jagung
a. Produksi : 19.387.022Ton
b. Luas lahan panen : 3.957.595 Ha
c. Produkivitas lahan : 48.99 Ku/Ha
d. Konsumsi : ±21.000.000 Ton
e. Impor : ±1.700.000 Ton
4. Kedelai
a. Produksi : 843.153 Ton
b. Luas lahan panen : 567.624 Ha
c. Produkivitas lahan : 14,85 Ku/Ha
d. Konsumsi : 2.800.000 Ton
e. Impor : 1.970.000 Ton
5. Kacang Hijau
a. Produksi : 284.257 Ton
b. Luas lahan panen : 245.006 Ha
c. Produkivitas lahan : 11,6 Ku/Ha
6. Kacang Tanah
a. Produksi : 712.857 Ton
b. Luas lahan panen : 559.538 Ha
c. Produkivitas lahan : 12,74 Ku/Ha
d. Konsumsi : 799.194 Ton
e. Impor : 86.500 Ton
7. Ubi Kayu
a. Produksi : 24.177.372 Ton
b. Luas lahan panen : 1.129.688 Ha
c. Produkivitas lahan : 214,02 Ku/Ha
d. Penggunaan
i. Bahan makanan : 11.281.000 Ton
ii. Diolah menjadi
Bahan makanan olahan: 11.898.000 Ton
iii. Pakan : 484.000 Ton
iv. Tercecer : 515.000 Ton
8. Gula
a. Produksi : 2.592.000 Ton
b. Konsumsi : 5049.000 Ton
c. Impor : 2769.000 Ton
9. Bawang Merah
a. Produksi : 622.000 Ton
b. Konsumsi : 673.000 Ton
c. Impor : 63.000 Ton
d. Penggunaan
i. Bahan makanan : 615.000 Ton
ii. Bibit : 2.000 Ton
iii. Tercecer : 56.000 Ton
10. Daging Sapi
a. Produksi : 474.400 Ton
b. Konsumsi : 549.700 Ton
c. Impor : 80.000 Ton
Pihak terkait dan pelaku pertanian
· Petani
· Buruh tani
· Penguasaha pertanian
· Pengepul
· Pedagang
· Supermarket
· Exportir
· Importir
· Pengusaha saprotan
· Pedagang saprotan
· Pemerintah
· Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian
· Perbankan
Masalah
Karena begitu banyaknya pihak yang terkait dibidang pertanian sehingga menimbulkan beberapa masalah, yaitu:
1. Para pelaku pertanian belum terintegrasi menjadi kekuatan ekonomi nasional akibat lemahnya sisrem dan dukungan kordinasi pemerintah.
2. Para pelaku pertanian belum saling memberdayakan kemitraan antar pelaku, akan tetapi malah bersifat eksploitatif dengan ego sektoral.
3. Belum adanya hubungan yang adil satu dengan yang lain.
Masalah Birokrasi
1. KKN
2. Lemah dalam eksekusi
3. Koordinasi antar lembaga lemah
4. Terlalu gemuk
Solusi Masalah Birokrasi
1. Penerapan penyelenggaraan birokrasi yang bersih amanah dan prfesional
2. Pemberdayaan semua pihak terkait dalam mengefektifkan eksekusi
3. Efektifitas peran perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
Masalah Lahan Pertanian
1. Luas pemilikan lahan petani sempit sehingga sulit untuk menyangga kehidupan keluarga tani.
2. Produktifitas lahan menurun akibat intensifikasi berlebihan dan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus
3. Alih fungsi lahan produktif ke industri akibat kebijakan
4. Belum optimalnya implementasi pemetaan komoditas terkait dengan agroekosisrem lahan
5. Masih banyak lahan tidur
Solusi Masalah Lahan Pertanian
1. Pembangunan agroindustri dipedesaan dalam upaya merasionalisasi jumlah petani dengan lahan yang ekonomis
2. Penggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konservasi lahan
3. Dikembangakan sistem pertanian ramah lingkungan
4. Perencanaan dan implementasi RTRW yang konsisten
5. Pemanfaatan lahan tidur untuk pemberdayaan masyarakat
Masalah Kondisi Petani
1. Jumlahnya sangat besar mencapai 25 juta KK Tani
a. 20 juta berlahan
b. 5 juta Buruh Tani
2. Pendidikan formal rendah
3. Rendahnya regenarasi petani
4. Miskin
5. Bekerja tidak efisien
6. Teknologi rendah
7. Produktivitas rendah
Solusi Masalah Kondisi Petani
1. Sistem pendidikan rendah-menengah berbasis kompetensi daerah
2. Sekolah laangan berbasis eknologi tepat guna
3. Dukungan sistem intensif dalam impementasi produk komoditas unggulan wilayah
Masalah Kepemilikan Tanah
1. Persengkataan rakyat dengan pengusaha dan pemerintah
2. Banyak lahan petani yang belum bersertifikat akibat biaya mahal dan sulit diakses
3. Sistem pewarisan tanah
4. Banyak petani yang tidak punya lahan
Solusi Masalah Kepemilikan Tanah
1. Reformasi sistem pertanahan berpihak pada petani, mempermudah dan mempermurah sertifikasi tanah
2. Mendorong tumbuhnya LSM pertanian dan peran advokasi untuk petani
3. Penumbuhan kesadaran petani terhadap hak-hak petani melalui pembinaan berkelanjutan
Masalah Mentalitas
1. Petani lemah dalam memperjuangkan hak-haknya
2. Lemahnya kewirausahaan dibidang pertanian
3. Masih percaya mitos
4. Moral hazard
Solusi Masalah Mentalitas
1. Sistem pendidikan rendah-menengah berbasis kompetensi daerah
2. Sekolah lapangan berbasis teknologi tepat guna
3. Penumbuhan kesadaran petani terhadap hak-hak petani melalui pembinaan berkelanjutan
4. Penggalakan sistem alih teknologi melalui pendampingan diklat lapangan petani
5. Pembinaan motivasi, etos dan wawasan kewirausahaan
Masalah Keterampilah
1. Keterbatasan penguasaan teknik budidaya pada komoditas tertentu saja
2. Kurangnya orientasi agribisnis
3. Kurangnya penguasaan proses pengolahan pasca panen
4. Kurangnya kemampuan mengakses pasar
Solusi Masalah Keterampilan
1. Sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna
2. Penggalakan sistem alih teknologi melalui pendampingan, diklat lapangan bagi petani
3. Pembinaanmotivasi, etos dan wawasan kewirausahaan
Masalah Modal
1. Petani kurang modal
2. Sistem perbankan yang kurang peduli pada petani
3. Belum ada asuransi pertanian
4. Sistem ijon
Solusi Masalah Modal
1. Mendorong peran lembaga keuangan (bank dan non-bank) untuk masuk sektor pertanian dengan skema yang menguntungkan petani
2. Mendorong penguatan modal kolektif petani
3. Mendorong peran tengkulak untuk membangun kemitraan yang adil dan peduli petani
4. Merealisasikan subsidi pertanian yang tepat sasaran dan bersifat produktif
Masalah Pasar dan Tata Niaga
1. Harga
a. Harga tidak wajar
b. Harga fluktuatif
c. Bergantung pada pedagang
d. Praktek tengkulak yang merugikan petani
2. Penguasaan informasi dan akses pasar lemah
3. Ranatai tata niaga panjang dan pembagian marjin yang tidak adil
Solusi Masalah Pasar dan Tata Niaga
1. Ciptakan pasar alternatif, dengan rantai tata niaga pendek (direct marketing)
2. Mendorong terwujudnya organisasi tani yang kuat dan berakar
3. Meningkatkan layanan informasi bagi petani
Masalah Organisasi Petani
1. Lemahnya kesadaran berorganisasi
2. Kurang berfungsinya sebagian organisasi yang ada
3. Organisasi tani kurang mandiri
Solusi Masalah Organisasi Petani
1. Penumbuhan Kesadaran Petani Terhadap Hak-hak Petani Melalui Pembinaan yang Berkelanjutan
2. Penguatanorganisasi dan Jaringan Tani
3. Mendorong Tumbuhnya LSM Pertanian dan Peran Advokasinya Untuk Petani
Masalah Teknologi
1. Sistem alih teknologi lemah
2. Penerapan teknologi kurang tepat sasaran
3. Semakin banyaknya penerapan teknologi tidak ramah lingkungan
Solusi Masalah Teknologi
1. Sistem pendidikan rendah-menengah berbasis kompetensi daerah
2. Sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna (best practices)
3. Penggalakan sistem alih teknologi melalui pendampingan, diklat lapanganbagi petani
4. Mendorong gerakan pertanian dan teknologi pertanian yang ramah lingkungan
Masalah Informasi
1. Info teknologi terbatas
2. Regenerasi penyuluh pertanian mandeg
3. Informasi stok dan kebutuhan komoditas belumterbangun
4. Pemanfaatan teknologi informasi belum menyentuh petani
5. Minat petani mencari informasi lemah
6. Penggunaanmedia informasi pertanian belum meluas\
Solusi Masalah Informasi
1. Meningkatkan layanan informasi bagi petani
2. Mendorongmotivasi petani untuk menggali danmenguasasi info
3. Penguatanorganisasi dan jaringan tani
Masalah Kebijakan
1. Kebijakan pertanahan
a. Skala usaha tani
b. Alih fungsi lahan
c. Rencana tata ruang wilayah
d. Reformasi administrasi pertanahan (sertifikat)
e. Pengakuan hak rakyat belum dilaksanakan
2. Kebijakan infrastruktur
a. Irigasi
b. Transportasi
c. Komunikasi
3. Trade off dari otonomi daerah terkait dengan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pertanian
4. Kebijakan payung hukum organisasi tani (organisasi tani)
5. Kebijakan pemerintahbelum optimal bagi petani dalam akses pasar, informasi, subsidi saprotan dan proteksi (perdagangan internasional)
6. Mal praktek dalamkebijakan food security (pangan sebagai komoditas politik)
7. Kebijakan perbankan belum kondusif untuk petani
8. Industrialisasi belum berpihak pada industri pertanian
9. Kebijakan pembangunan yang masih sektoral
10. Uu sd air kurang berpihak pada petani
Solusi Masalah Kebijakan
1. Kaji ulang kebijakan pemerintah di sektor pertanian
2. Mendorong pengembangan infrastruktur pertanian
3. Perencanaan dan implementasi rtrw yang konsisten
4. Dukungan sisteminsentif dalamimplementasi produksi komoditas unggulanwilayah (daerah)
5. Mendorong terwujudnya organisasi tani yang kuat dan berakar
6. Mendorongmotivasi petani untuk menggali danmenguasasi info
7. Mendorong peran lembaga keuangan (bank dannon-bank) untuk masuk sektor pertanian dengan skema yang menguntungkan petani
8. Mendorong penguatanmodal kolektif petani
9. Merealisasikan subsidi pertanian yang tepat sasaran dan bersifat produktif
10. Penumbuhan kesadaran petani
11. Terhadap hak-hak petani melalui
12. Pembinaan yang berkelanjutan
13. Penguatan organisasi dan jaringan tani
14. Mendorong tumbuhnya lsm pertanian dan peran advokasinya untuk petani
15. Penggalakan sistem alih teknologi melalui pendampingan, diklat lapangan bagi petani
Masalah Kualitas Panen
1. Penggunaan pupuk kimia
2. Intensifikasi pertanian berlebihan
3. Penggunaan pestisida berlebihan
4. Petani tidak tertarik pada pertanian organik
Solusi Kualitas Panen
1. Peningkatan produksi pupuk alami
2. Subsidi pupuk alami
3. Tingkatkan pengetahuan petani tentang bahayanya
penggunaan bahan kimia berlebihan
4. Sosialisasikan pertanian organik, karena lebih
ramah lingkungan, menghasilkan panen berkualitas baik, harga jual lebih tinggi.
Potensi Pertanian Organik di Indonesia
Petanian Organik
Pertanian organik adalah jenis pertanian yang memerhatikan kesehatan dan
kesuburan tanah, keseimbangan ekosistem, dan kesehatan konsumennya, dengan cara
menghindari bahan kimia buatan, dan memaksimalkan bahan alami dan bergantung
pada proses ekologi, siklus keanekaragaman hayati yang beradaptasi pada keadaan
lokal. Pertanian organik menggabungkan tradisi, inovaso, dan sains.
Prinsip Pertanian Organik
1. Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus
melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi
sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
2.
Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus
didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan
berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
3.
Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus
membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan
kesempatan hidup bersama.
4.
Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus
dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan
generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
Potensi Pertanian Organik
6. Kebijakan-kebijakan yang mendukung Produksi Pangan menjadi Swasembada Pangan
Kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan yaitu :
1. Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT);
2. Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;
3. Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;
4. Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;
5. Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;
6. Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani;
7. Jaminan penguasaan lahan produktif;
8. Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;
9. Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;
10. Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;
11. Penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;
12. Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;
13. Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional;
14. Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;
15. Pengembangan diversifikasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;
16. Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu;
17. Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional.
18. Penguatan sistem perkarantinaan pertanian;
19. Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;
20. Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;
21. Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;
22. Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis;
23. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.
7. Pengaruh pertanian dan swasembada pangan terhadap perekonomian nasional
Pengaruh Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
1. Kontribusi Pertanian pada Produk Domestik Bruto
a. PDB dari sektor Pertanian : Rp. 1.190,41 Triliun
b. Kontribusi Pertanian pada
PDB : 14,44% dari total PDB
c. Kontribusi berdasarkan subsektor pertanian
i. Pertanian sempit (pertanian 3 sektor)
1. Pertanian Tanaman
Bahan Makanan : Rp. 574,33 Triliun
2. Perkebunan : Rp. 159,75 Triliun
3. Peternakan : Rp. 146,09 Triliun
ii. Kehutanan : Rp. 54,91 Triliun
iii. Perikananan : Rp. 255,33 Triliun
2. Nilai ekspor pertanian : US$ 30.649.928.020,-
(Rp. 367,8 Triliun) (Rp.12.000/US$)
3. Volume ekspor pertanian : 33.441.824.404 Kg
4. Pangsa ekspor pertanian
(% dari total ekspor) : 21,3%
5. Nilai impor pertanian : US$ 12.733.377.538,-
(Rp. 152,8 Triliun ) (Rp.12.000/US$)
6. Volume import pertanian : 17.483.928.475 KG
7. Pangsa impor pertanian
(% dari total impor) : 8,9%
8. Kesimpulan: Mungkinkah Indonesia Swasembada Pangan?
Mungkinkah Indonesia swasembada pangan? Pertanyaan itu belum ada yang bisa menjawab dengan pasti. Akan tetapi, bila permasalahan-permalasahan seperti diatas bisa diatasi disa diberi solusi-solusi seperti diatas. Maka tidak ada yang tidak mungkin, Indonesia akan bisa mencapai swasembada pangan. Tidak hanya swasembada pangan, Indonesia bisa mencapai ketahanan pangan yang sangat baik, dan bisa menjadi eksportir pangan skala besar. Indonesia memiliki modal yang cukup untuk menjadi swasembada pangan bahkan eksportir pangan, Indonesia memiliki lahan subur yang sangat luas, Iklim di Indonesia yang sangat baik, Indonesia memiliki angkatan kerja yang sangat banyak dan potensial, dan budaya Indonesai sebagai negara agraris bsia menjadi nilai plus.
Namun, bila permasalahan-permasalahan pertanian Indonesia tidak segera diatasi, tidak ada dorongan dari pemerintah, semua potensi itu hanya akan menjadi sia-sia, lahan subur tidak termanfaatkan, penduduk yang banyak hanya akan menjadi konsumen bukan produsen.
9. Sumber-Sumber
Badan Pemeriksa Keuangan . Tulisan Hukum Ketahanan Pangan. Diakses 25 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986–2013. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas menurut jenis kegiatan. diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama 2004 – 2013. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 – 2013. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Proyeksi Penduduk menurut Provinsi, 2010-2035. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002 - 2013. Diakses 19 Juni 2014
Badan Pusat Statistik. Tanaman Pangan. Diakses 21 Juni 2014
Dwi Apriyanti Kumalasari, Nuhfil Hanani, Mangku Purnomo. Skenario Kebijakan Swasembada Beras Di Indonesia. Diakses 25 Juni 2014
Dr. Anton Apriyantono, MS. Pembangunan Pertanian Di Indonesia. Diakses 17 Juni 2014
United States of America Central Intelligence Agency. The World Factbook. East and Souteast Asia : Indonesia. Diakses 19 Juni 2014
Food and Agriculture Organization. Juni 2006. Food Security. Diakses 19 Juni 2014
Food anf Agriculture Organization. Indonesia: Country Information. Diakses 19 Juni 2014
International Federation of Organic Agriculture Movements. Principles of Organic Agriculture. Diakses 25 Juni 2014
International Federation of Organic Agriculture Movements. Prinsip Pertanian Organik. Diakses 25 Juni 2014
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Tabel 9 Ekspor-Impor Pertanian. Diakses 25 Juni 2014
Pusat Data dan Informasi Pertanian Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. Buletin Konsumsi Pangan Volume 1 No. 5 Tahun 2014. Diakses 19 Juni 2014
Pusat Data dan Informasi Pertanian Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. Buletin Produk Domestik Bruto Pertanian 1. Diakses 19 Juni 2014
World Population Statistics. Indonesia Population 2013. Diakses 19 Juni 2014